Tuesday, November 15, 2016

LARUNG


Sebuah novel karya Ayu Utami yang awalnya kukira berisi cerita dari orang-orang sinting karena aku belum membaca ceritanya sampai habis, tapi yah itulah seni, memaparkan sesuatu yang tidak biasa.

Di bab pertama menceritakan tentang tokoh utama di dalam novel yaitu si Larung Lanang yang ingin membunuh neneknya sendiri. Awal membaca memang sudah terlihat sintingnya, yaitu ingin membunuh neneknya sendiri.

Neneknya itu sudah tua, dia maunya dirawat oleh Larung, sudah ada 150 suster yang merawat neneknya, tapi semua tak tahan, neneknya itu sering mengeluarkan sumpah serapah dan berprilaku buruk pada yang merawatnya, tapi tidak dengan Larung. Mungkin karna Larung adalah lelaki, dan neneknya suka kepada lelaki.

Karna neneknya memperlakukan Larung berbeda dengan yang lainnya, Larung sering bertanya pada dirinya, siapakah dia bagi mbahnya ?  cucu, anak, suami ?

Larung merasa neneknya sudah tua, sejak dia mengenal neneknya, neneknya sudah tua, jadi dia heran kenapa neneknya tidak mati-mati ? ibunya mengatakan bahwa neneknya memiliki susuk atau semacamnya, jika dia ingin neneknya mati, maka dia harus mengeluarkan susuknya itu dulu dari neneknya.

Larung mulai mencari informasin mengenai neneknya, dari album foto dia mengetahui bahwa neneknya memiliki sahabat bernama Suprihatin, nama neneknya sendiri adalah Anjani yang baru dia ketahui, karna selama ini yang dia tau nama neneknya adalah si mbah.

Kemudian Larung mencari  sahabat neneknya melalui keturunanya, rata-rata keturunan sahabat neneknya itu  mengalami keanehan, ada yang hidupnya serba sebelah (cacat), ada yang kehilangan pita suaranya, dan Larung menganggap bisa saja itu adalah tumbal dari perbuatan keturunan yang di atas, tapi mereka tidak menganggapnya sebagi tumbal, melainkan lebih ke hal yang istimewa.

Akhirnya Larung bertemu dengan Suprihatin, dan memberikan Larung 6 buah cupu yang harus di jejerkan ke tubuh neneknya dari dada hingga pusaran. Akhirnya Larung melakukannya dan mendapati neneknya sudah tidak bernafas lagi.

Si mbahnya sudah tidak bernfas, dan dia ingin mengeluarkan  biji-biji gotri dan susuk yang ada pada tubuh neneknya, maka dia membedah isi perut neneknya kemudian kepala namun tidak didapatinya susuk itu, sebenarnya dia berencana ingin mengkremasi neneknya dan menjadikannya abu namun itu akan membuat karyawannya takut karna jasad neneknya sudah mampat dalam dua kotak. Maka dia memakamkan neneknya di kebun belakang dekat sumur pompa, dan peristiwa itu membuat ibunya ngeri.

Yang dilakukan Larung itu adalah mengeuthanasia neneknya. Dieuthanasia yaitu hak untuk mati, kata kerja pasif artinya memenuhi haknya untuk mati. Neneknya sudah tua, sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi, jadi lebih baik mati. Karna difikirannya neneknya itu sudah lama mati, hanya jasadnya saja yang hidup, tapi difikiran Larung neneknya itu tidak pernah mati,  sebenarnya karna di perlakukan berbeda oleh neneknya dia merasa istimewa dan dia menganggap neneknya itu adalah kekasihnya.

Sebenarnya  dari  kisah meninggalnya nenek Larung ada cerita peristiwa tahun 64 dimana ayah Larung mencari keuntungan dari subsidi beras pemerintah dan tahun 65 dimana ayahnya diculik dan dibunuh, selain itu, ibunya pun ingin dibunuh karna dituduh sebagai wanita penghibur, tapi hal itu tidak terjadi karna neneknya menantang mereka semua dengan tatapannya. Neneknya berkata kalau dia yang tertua di kampong itu, tidak ada wanita penghibur, kalaupun ada maka dialah wanita itu, maka merekapun pulang.

Bab berikutnya menceritakan orang-orang sinting lainnya,
Cok, Yasmin, Laila, dan Sangkuntala empat sekawan yang tidak waras menurutku.
Sangkuntala adalah seorang penari di new York, Cok, Yasmin dan Laila berkunjung untuk melihat pertunjukannya , dibalik itu semua Cok  sebenarnya ingin menemani Laila ke new York untuk menemui kekasihnya gelapnya Sihar yang sudah beristri, tapi Yasmin ikutan ingin menemani Laila padahal dia sendiri ingin berselingkuh dengan Saman lelaki yang mereka bantu melarika diri ke new York karna pernah menyebabkan kerusuhan di Medan.

Dan ternyata Sihar datang ke New York bersama istrinya sehingga susah bagi Laila untuk menemuinya, hingga akhirnya Laila berhubungan dengan Sangkuntala yang ternyata seorang biseksual, Cok sendiri dia adalah seorang perek berhubungan dengan setiap pria yang ditemuinya  kecuali Larung, Cok kenal dengan Larung dari pertemuan mereka di Bali saat upacara ngaben family jauh, Cok tertarik mendekati Larung karena kisah hidup neneknya yang seru yaitu seorang putri bangsawan yang memilih menikah dengan orang belanda dan akhirnya meninggalkan puri karna di anggap mencoret nama keluarga.

Dan ternyata  sekawanan sinting itu ternyata tergabung dalam gerakan bawah tanah yang ingin menumbangkan orde baru dan Larung termasuk didalamnya. Tahun 96 Larung terlibat dalam misi membantu 3 aktifis kabur ke luar negri melalui perairan natuna. Tahun 96 itu sedang terjadi peristiwa  rezim orde baru menyerbu pertahanan pro megawati, kejadian itu menimbulkan kerusuhan di sekitar wilayah Kramat-Salemba Jakarta, seluruh ruko ruko di bakar dan di hancurkan, selamat perpustakaan Negara tidak ikut dibakar oleh masa.

Dalam misi membantu 3 aktivis itu lari ke luar negri, Saman bertugas menjemput Larung dan 3 aktivis itu di pulau Kijang di bantu Asnon adik angkatnya. Sayangnya dalam misi itu mereka tertangkap karena  pesawat telpon yang dibawa oleh aktivis itu tercium oleh polisi. Koba, Togong dan Bilung nama para aktivis itu. Setelah tertangkap kepala mereka ditutup oleh karung hitam, setelah itu mereka diserahkan kepada komandan militer. Saman bersama Larung, dan mereka berdua mati ditembak komandan itu karna entah kenapa Larung tahu tentang komandan itu juga pamannya yang mendapat penghargaan dan naik pangkat karna bukan dengan usahanya sendiri.

Aku membaca novel ini dari aplikasi Ijakarta, suatu aplikasi perpustakaan digital, dimana kita bisa mengakses e-book yang banyak tersedia di dalamnya. Novel Larung ini kutemui saat aku mencari buku apa yang ingin ku baca di kategori sejarah, aku cukup penasaran kenapa sebuah novel bisa masuk kedalam kategori sejarah.

Saat membaca bukunya baru kutahu mengapa novel ini masuk di kategori sejarah. Seperti yang tadi di atas ku ceritakan, novel ini ada membahas peristiwa tahun 1965 dan 1996.  Novel ini adalah lanjutan dari karya Ayu Utami yang berjudul “Saman”. Aku kurang tahu isi novel yang Saman itu bagaimana, aku belum pernah baca. Tapi mungkin keduanya ada saling keterkaitan.

Gaya penulisan novel ini begitu nyata dan jelas. Sebut saja saat Ayu Utami menceritakan Larung mengeuthanasia neneknya, langkah-langkah optosi mayat sangat rinci di jelaskan, aku sampai melewatkan adegan itu, gak berani baca, karna jujur saja aku sangat ngilu dengan hal bedah membedah seperti itu. Juga lagi di dalam novel ini ada beberapa  adegan dewasa yang  sangat terbuka di ceritakan oleh Ayu Utami. tapi diluar itu semua aku suka dengan kata-kata yang dikeluarkan Ayu Utami, walau seperti membolak-balik kalimat, tapi terasa enak saja dibacanya. :)



Orangtuaku (Keluarga) - Writing Challenge (5/30)

ilustrasi keluarga Keluarga biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluargaku bisa dibilang tidak biasa, ada beberapa keluarga yang dija...