Dalam buku yang ditulis di Pulau Buru ini, Pram menceritakan mengenai para perawan remaja yang menjadi korban para militer Jepang dan bagaimana Jepang mencuci tangan dari kejahatan perang yang telah mereka lakukan. Sebenarnya dalam karya ini Pram seperti meminta para perawan remaja saat ini bisa mengungkap fakta-fakta dan juga data untuk menuntut kejahatan yang menyangkut HAM ini karena apa yang ditulis Pram hanya berupa informasi dari mulut ke mulut dan juga tentu saja info dari korban yang sesungguhnya yang tak sengaja bertemu dengan para Tapol di pulau Buru.
Tapi sebagai sesama orang buangan tentu tidak mudah mendapat informasi yang sesungguhnya karena para tapol bertemu dengan perawan remaja yang sudah menua itu selalu secara tidak sengaja dan juga tidak bisa berbicara leluasa karena perawan remaja yang dari Jawa itu telah menikah dengan orang asli pulau Buru yang "ganas", yang masih memegang teguh adat, yang memperlakukan wanita sebagai harta dan tak suka jika istrinya berbicara bahasa yang tidak mereka mengerti, dan tentu saja mereka takut istri mereka meninggalkan mereka.
Kenapa ini saya sebut sebagai
pelanggaran HAM akan saya jelaskan sebagaimana yang telah ditulis oleh Pram. Para
perawan remaja itu telah dibohongi mentah-mentah oleh pemerintahan Jepang. 1943-1945
mereka membuat desas desus yang menyatakan bahwa para remaja perempuan yang
telah lulus sekolah SD atau berumur sekitar 12-19 tahun akan disekolahkan ke
Tokyo atau Singapura untuk menjadi Bidan dan pendidikan lainnya guna lebih
mempersiapkan diri untuk menyambut kemerdekaan.
Bagaimana pun janji untuk
menyekolahkan para perawan remaja hanya dari mulut ke mulut orang yang
mempunyai kekuasaan. Dari barisan Propaganda Jepang ke Pangeh Praja. Para
Bupati meneruskannya ke Camat, Camat pada Lurah, Lurah pada perabot desa dan
penduduk. yang diperintahkan untuk menyebarkan, tidak boleh hanya memberi perintah, tapi juga harus memberi
contoh dengan menyerahkan anaknya.
Desas desus itu sendiri bukan perintah resmi, karena tidak ada diberitakan di Koran. Pram pertama kali mendengar desas desus itu saat berumur 18 thn dan sedang bekerja menjadi juru ketik di Domei, Jl pos utara, Jakarta juga tidak pernah melihat berita itu, saat itu Jepang memang sangat menyaring berita, bahkan berita kebakaran yang memakan korban jiwa pun tidak mereka siarkan. Selain itu dengan tidak meresmikan perintah inilah mereka mencuci tangan dari kejahatan perang yang telah mereka lakukan.
Desas desus itu sendiri bukan perintah resmi, karena tidak ada diberitakan di Koran. Pram pertama kali mendengar desas desus itu saat berumur 18 thn dan sedang bekerja menjadi juru ketik di Domei, Jl pos utara, Jakarta juga tidak pernah melihat berita itu, saat itu Jepang memang sangat menyaring berita, bahkan berita kebakaran yang memakan korban jiwa pun tidak mereka siarkan. Selain itu dengan tidak meresmikan perintah inilah mereka mencuci tangan dari kejahatan perang yang telah mereka lakukan.
Tidak diketahui berapa banyaknya
perawan remaja yang diberangkatkan, tidak ada catatan resminya, mungkin dari
pihak Jepang mengetahuinya karena mereka mendata setiap remaja yang mereka
terima. Mulai dari penjemputan ke rumah, di pengepolan/pengumpulan dan
pemberangkatan ke truk dan kapal. Yang mendaftar ada dari beragam orang, mulai
dari yang memang mempunyai jiwa nasionalis, yang terpaksa karena orang tua,
atau karena yang dipaksa oleh Jepang walau orang tua tidak mengijinkan anaknya
dibawa berlayar.
Pada kenyataannya tak ada satupun
dari mereka yang benar-benar sampai ke Tokyo ataupun Singapura. Akhirnya mereka
semua hanya menjadi budak sex para militer Jepang. Setelah mereka dijemput dari
rumah mereka masing-masing mereka ditempatkan di pengepolan dan pengepolan itu
telah berpagar bambu yang tidak bisa terlihat dari luar apa yang terjadi di
dalam. Bisa jadi dari pengepolan itu mereka telah kehilangan keperawanan, atau
ada juga yang kehilangan keperawanan di kapal saat mereka berlayar.
Menjadi budak sex saat Jepang memerintah, kemudian saat Indonesia merdeka mereka bagai anak ayam lepas yang tidak tau harus kemana. Jepang meninggalkan mereka begitu saja tanpa dikasih pesangon atau apapun untuk kembali ke kampung masing-masing. maka perbuatan inilah yang disebut sebagai pelanggaran HAM.
Menjadi budak sex saat Jepang memerintah, kemudian saat Indonesia merdeka mereka bagai anak ayam lepas yang tidak tau harus kemana. Jepang meninggalkan mereka begitu saja tanpa dikasih pesangon atau apapun untuk kembali ke kampung masing-masing. maka perbuatan inilah yang disebut sebagai pelanggaran HAM.
Pram menulis beberapa hal kejahatan
ini tidak mendapat gugatan karena :
- Setelah Jepang menyerah, pihak yang berhak menggugat, Indonesia, belum atau tidak mempunyai bahan otentik untuk menggugat.
- Indonesia sedang terlibat dalam perjuangan senjata untuk mempertahankan kemerdekaan.
- Segera setelah pemulihan kedaulatan, Republik kita yang sangat muda itu terlibat dalam pertentangan kepartaian belarut-larut.
- . Karena keteledoran pihak RI sendiri.
Selain dari Negara Pram
menyatakan pula sebab para perawan remaja tsb menjadi orang buangan yaitu
karena :
Pertama, mereka dilepas tanpa
tanggung jawab, tanpa pesangon, tanpa fasilitas dan tanpa terimakasih dari
pihak balatentara Dai Nippon, sebagai tindakan bercuci tangan terhadap
kejahatan sendiri.
Kedua, diserahkan pada naluri
hidup masing-masing
Ketiga, Tidak mendapat layanan
dan perlindungan hukum dari pemerintah RI
Keempat, tidak mendapatkan
perhatian dari keluarganya sendiri
Kelima, sebagai akibatnya, sampai
1979 atau sekitar 35 tahun, mereka menjadi buangan yang dilupakan.
Dalam buku ini lebih banyak menceritakan wanita Jawa yang ada di pulau Buru, berhubung Pram sedang ada di Pulau Buru sebagai tahanan.Tentu di pulau lain di Indonesia juga terdapat perawan remaja yang dibawa oleh Jepang, bahkan, bukan hanya dari Indonesia tapi kabarnya dari beberapa negara yang diduduki Jepang di Asia seperti Filipina, korea, Burma, dsb. Mereka di nodai kemudian ditelantarkan. Ada yang bernasib baik, namun juga banyak yang menanggung kepedihan seumur hidupnya.
Dalam buku ini lebih banyak menceritakan wanita Jawa yang ada di pulau Buru, berhubung Pram sedang ada di Pulau Buru sebagai tahanan.Tentu di pulau lain di Indonesia juga terdapat perawan remaja yang dibawa oleh Jepang, bahkan, bukan hanya dari Indonesia tapi kabarnya dari beberapa negara yang diduduki Jepang di Asia seperti Filipina, korea, Burma, dsb. Mereka di nodai kemudian ditelantarkan. Ada yang bernasib baik, namun juga banyak yang menanggung kepedihan seumur hidupnya.
Di pulau Buru sendiri banyak
dijumpai wanita paruh baya yang sangat berbeda dengan penduduk asli. Mereka terlihat lebih bersih juga lebih putih dan sisa kecantikan mereka yang masih terpancar. Mereka bisa berbicara
Jawa halus, ada juga yang dari Sunda, mereka tak lain adalah para Perawan
Remaja yang dulu dibawa Jepang. Ada dari beberapa mereka yang sangat ingin
diajak pulang ke Jawa jika salah Tapol ada yang bebas, adapula yang sudah tak
berniat pulang karena sudah tua, sudah kehilangan semangat, karena sudah
bekeluarga, juga karena malu karena sudah tidak suci lagi.
Membaca karya-karya Pram sungguh
sentimental, terutama cerita pengalamannya di Pulau Buru, dan lagi karya
tersebut bukanlah karangan semata, tetapi memang benar-benar terjadi.Cerita perang dunia ke-2 dari sudut pandang yang berbeda. Di salah
satu bab Pram memberitahu, jika ada yang tertarik mencari tahu lebih dalam
mengenai Perawan remaja dari Jawa ini harus berhati-hati karena beberapa wanita
tersebut sudah terikat oleh sumpah adat dan dia tidak bisa menceritakan
kisahnya yang sesungguhnya.
Dalam buku ini bukan hanya terdapat tulisan Pram saja, tapi juga tulisan dari beberapa temannya yang penasaran dengan para wanita Jawa tersebut, Pram hanya menyunting sedikit tapi banyak juga ia membiarkan tulisan apa adanya, bahkan beberapa tulisan banyak yang berbahasa Buru yang sulit untuk saya pahami.
Sudah puluhan tahun berlalu, bagaimanakah rupa Pulau Buru kini. Masihkah dia sebelantara dulu saat Pram dan teman-teman menjadi tahanan politik ? sebagai seorang wanita aku sungguh tidak tau harus bagaimana menanggapi surat ini, tidak tau harus berbuat apa selain bersyukur karena hidup di zaman ini, dan tentunya semoga bisa menjadi pribadi yang lebih baik.
Sudah puluhan tahun berlalu, bagaimanakah rupa Pulau Buru kini. Masihkah dia sebelantara dulu saat Pram dan teman-teman menjadi tahanan politik ? sebagai seorang wanita aku sungguh tidak tau harus bagaimana menanggapi surat ini, tidak tau harus berbuat apa selain bersyukur karena hidup di zaman ini, dan tentunya semoga bisa menjadi pribadi yang lebih baik.