Salah satu bucketlist-ku di tahun 2019 adalah pergi ke Rantauprapat, ibu kota Kabupaten Labuhanbatu, Sumatra Utara. Rantauprapat cukup luas sehingga dibagi menjadi dua, yaitu Rantau Utara dan Rantau Selatan.
Tahun 2019 akan segera
berakhir, tapi sepertinya aku tidak akan bisa memenuhi bucketlist-ku
itu. Tiket diwaktu liburan biasa
sangat mahal, sementara tabunganku
tidak begitu besar. Hal ini sebetulnya dapat disiasati dengan berlibur saat weekday, namun sebagai seorang pekerja kantoran, jatah cutiku sudah hampir habis.
Rantauprapat adalah tempat aku lahir dan tumbuh besar. Masa kecil dan masa remaja yang menyenangkan sekaligus
menyedihkan, aku habiskan di sana.
Orang-orang mungkin menganggap kota kelahiranku ini hanya sebuah tempat
yang tidak populer dan tidak menarik, namun bagiku, seperti pernah aku dengar
dari seorang kawan:
“Setiap tanah air terdiri dari bentangan geografis yang sakral. Bagi siapa
pun yang meninggalkannya, kota masa kecil dan remaja akan selalu menjadi negeri
dongeng.”
Di Rantauprapat, pusat perbelanjaan
tidak begitu banyak. Udaranya
pun cukup
panas karena berada diantara kebun sawit. Tempat hiburan disana biasanya yang
berhubungan dengan air seperti mandi di Aek Buru, berendam di air terjun, atau berenang kolam renang umum yang bernama Banyuwangi.
Dulu saat aku masih di sana, aku dan
teman-temanku cukup sering ke daerah Aek Buru. Daerah tersebut merupakan daerah hulu sungai. Semakin ke atas, airnya semakin jernih dan dingin. Selain itu,
sungainya juga tidak terlalu dalam, sehingga sangat cocok untuk rekreasi
keluarga yang membawa anak-anak.
Aek Buru selalu ramai saat hari libur
nasional atau saat hari terakhir ujian sekolah. Para wisatawan dapat menyewa ban untuk bermain di aliran sungai.Tapi jangan sampai kelewat jauh,
karena kita harus balik lagi ke atas menenteng ban sambil berjalan.
Aliran sungai ini tidak seperti wahana arung jeram yang arusnya deras
dan cukup berbahaya. Aek Buru arus airnya tenang dan medannya tidak terlalu ekstrem. Disana, terdapat beberapa warung untuk jajan. Jadi, meski
lokasinya dekat hutan, pengunjung tidak harus khawatir akan kelaparan selama
asyik berendam.
Di Rantauprapat, aku dan ibuku adalah orang perantauan. Maka
setelah aku lulus SMA, kami kembali ketanah Jawa. Aku tidak memiliki saudara disana, tapi karena Oyo Hotels Indonesia memiliki jaringan yang luas,
maka aku kapan-kapan bisa menginap di sana dengan harga yang terjangkau. Di jaringan Oyo Rooms terdapat sekitar 1.000 hotel
yang tersebar di 100 kota di Indonesia, termasuk di Rantauprapat.
Apalagi kalau aku dapat
voucher 70% dari OYO Hotels Indonesia, dana yang lain bisa aku
alokasikan untuk transportasi, makan, dan lainnya selama sedang “pulang kampung” sekalian
berlibur di sana.
Aku sangat rindu dengan
ragam kuliner yang ada di
Rantauprapat, seperti mie so, lontong sayur, juga lemang.
Makanan-makanan itu sangat sulit aku dapatkan di Bandung, kota yang kini aku tinggali.
Selain makanannya,
tentu saja aku juga rindu dengan orang-orangnya, yakni teman-teman sepermainan
yang tumbuh bersama ku, para tetangga, dan sekolah tempat aku bertemu cinta pertamaku heheh…
Hampir delapan tahun aku meninggalkan
Rantauprapat dan di sana telah banyak yang berubah.
Kini, aku hanya bisa melihat tanah kelahiranku lewat mesia
sosial seperti instagram. Sekali waktu, aku melihat unggahan seorang teman tengah
rekreasi di “Pantai Monyet”. Ya, teman-temanku menyebutnya “pantai”, padahal
sebetulnya bukan pantai karena lokasinya jauh dari laut. Tapi yang jelas mereka terlihat
senang. Aku sangat cemburu melihat unggahan temanku
itu.
Kelak, kalau aku berkesempatan mengunjungi
Rantauprapat, aku ingin datang ke “Pantai Monyet” dan ke Air Terjun
Bertingkat. Aku juga ingin
ke tempat-tempat lain yang dulu biasa aku kunjungi bersama teman-teman
dengan keliling kota naik becak
motor (bentor), lalu pergi makan mie so di warung BuTina langganan kami. (Mey)
![]() |
diambil dari unggahan teman di instagram |