![]() |
ilustrasi keluarga |
Keluarga biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluargaku bisa dibilang tidak biasa, ada beberapa keluarga yang dijaga oleh single parents. Keluargaku adalah aku dan ibuku. Ayahku tinggal bersama istrinya dan anak-anaknya. Bukan hanya disitu, sebelumnya ibuku sudah pernah menikah, suaminya yang lama kini tinggal dengan keluarga barunya, dan anak-anak dari ibuku dan mantan suaminya hidup berjuang dengan asuhan nenek-nenek mereka.
Ibuku adalah sosok yang sangat hebat di mataku, dengan meninggalkan dua orang anak dia pergi merantau ke pulau seberang. Apa yang bisa dia perbuat? dia hanya bisa berdagang, itupun hanya berjualan jamu. Dia pernah bercerita kalau dia tidak lulus SD karena tidak tahan diejek sebagai anak yatim oleh teman-temannya. Dia lalu memutuskan untuk membantu nenekku berjualan di rumah, juga mencoba usaha dagang. Dia merasa jago berhitung di luar kepala, itu sebabnya dia suka berdagang. Tapi berhitung di luar kepala tidak menjadi jaminan kalau usahanya itu berhasil. Ibuku dan suaminya yang pertama terlilit hutang, dan begitulah akhirnya dia meninggalkan anak-anaknya.
Dengan semangat memiliki kehidupan yang lebih baik, ibuku tertipu dengan seorang lelaki tidak bertanggung jawab. Dari yang tadinya dia hanya mengurus dirinya sendiri di perantauan, kemudian dia juga harus mengurus seorang anak yang tidak lain adalah aku. Ketika aku dewasa ibuku mengatakan bahwa dia sebenarnya menikah sirih dengan ayahku, dan hubungan mereka tidak direstui oleh orang tua ayahku karena ibuku seorang janda. Tapi aku tidak percaya dengan cerita ibuku. Kebenarannya adalah ayahku bukan orang yang bertanggung jawab. 'Laki-laki yang tidak bertanggung jawab tidak memiliki cinta, hanya keinginan' dan aku merasa, dia tidak mencintai kami.
Kemudian ibu membesarkan aku seorang diri, dia berperan sebagai ibu dan kepala rumah tangga. Saat dia pergi jualan, aku dititipkan dengan wak Butet, yang kemudian, anaknya kak Omma ikut dengan kami hingga dia lulu SMA. Aku belajar salat dari ibu, tapi aku belajar melakukan pekerjaan rumah dari kak Omma. Dia adalah ibu tiriku. Darinya aku belajar menyapu rumah, mencuci piring, hingga mencuci dan menyetrika. Sebenarnya aku kira dengan ikutnya kak Omma dengan kami membawa keamanan tersendiri buat kami sebagai pendatang. Kak Omma punya beberapa abang yang juga menjadi abangku, dan walaupun kak Omma kadang suka kasar dan galak, tapi wak Butet sudah menganggapku sebagai anaknya juga. Mereka adalah keluargaku yang lain.
Untuk ayahku, aku tidak mengetahui banyak tentang dia. Dia kadang suka berkunjung ke rumah kami. Dengan istri sahnya dia memiliki 3 anak laki-laki, aku kadang suka diajak nonton balap cross dengan mereka. Dengan anaknya itu, aku paling dekat dengan si Usnul karena kami hanya beda 1 tahun. Tapi aku juga kadang memiliki waktu berdua hanya dengan ayahku. Kami suka datang ke Penyewaan buku Adu nasib, dahulu kadang bisa setiap minggu, ketika aku kepingin foto di studio foto, ayah mau mengantarkan, ketiaka SMP dia yang mengajari aku naik motor. Ayahku juga mau menjemputku pulang les atau pulang sekolah. Sebelum pulang kami mampir beli mie parpar kadang es campur. Aku suka saat-saat dia menjempuku, karena teman-teman ku akan berfikir kalau aku punya ayah, kehidupan keluargaku normal.
Ibuku tidak mengajarkan ku untuk membenci ayahku, dia tidak memutus hubungan kami, karena bagi dia, tidak ada yang namanya bekas anak. Sebenarnya aku ingin sekali memiliki hari keluarga, hari dimana kami menghabiskan waktu hanya bertiga. Suatu hari, keinginan ku ini pun terkabul, aku ingat hari itu adalah libur tahun baru, kami bertiga pergi ke Terjun Baru. Aku berenang dengan ayah di kolam air terjun, ternyata gaya berenang kami sama. Dan kenang-kenangan yang kudapat dari peristiwa itu adalah kuku kakiku yang tidak rapi. Itu karena saat perjalanan pulang, kami berbelok hendak melihat suatu tempat, dan ternyata jalannya jelek dan berbatu tajam. Karena aku duduk di tengah motor yang mana tidak mendapat tempat meletakkan kaki yang nyaman, akhirnya kakiku menabrak batu.
Hal seperti itu jarang kami lakukan, hal itu wajar saja. Sebenarnya ada banyak mata yang melihat kami, tapi mereka memaklumi karena dia adalah ayahku, tapi tidak jika itu dengan ibuku, aku tidak tahu mereka membicarakan apa saja. Yang aku tau hanya tatapan mata mereka yang tidak biasa. Puncaknya adalah ketika ibu si Usnul meninggal dan ayahku menikah lagi. Istrinya yang kedua ini sangat tidak suka denganku, dia mengekang ayahku, dan ayahku tidak pernah mengunjungi kami lagi, hanya sesekali ketika aku menunggu untuk diantar ke sekolah, atau ketika aku berkunjung ke rumah mereka untuk meminta bantuan membayar uang buku. Sebenarnya hal ini ada baiknya, ini akan menjuhkan kami dari fitnah.
Kini Ibuku sudah pulang kembali ke kampung halamannya, ayahku tetap bersama keluarganya di pulau seberang. Waktu aku kecil aku pernah sangat berharap agar kedua orang tuaku bersatu, aku mendoakan itu setiap hari. Doa itu hampir saja terwujud ketika istri ayahku yang pertama meninggal, sebelum ayahku menikah lagi. Nenekku mendatangi rumah kami, saat itu sangat heboh. Aku tidak mau keluar kamar dan pura-pura sudah tidur saja. Ibuku menolak tawaran itu. Setelah kufikir sekarang, kurasa itu adalah pilihan yang tepat. Kurasa aku tidak akan tahan jika punya adik tiri. Aku lebih suka sendiri.
Walau aku tumbuh tanpa sosok ayah, aku tetap bisa merasakan sosoknya sesekali. Walau hidup kami sepertinya menyedihkan, tapi aku merasa adalah seseorang yang beruntung. Ibu memenuhi kebutuhanku dengan cukup, aku tetap bisa merasakan apa yang ku inginkan. Sekolah di tempat terbaik, mendapat teman-teman yang baik, mendapat fasilitas apa yang aku mau, tentu aku tidak selalu mendapat apa yang aku inginkan, tapi ibu akan memenuhinya karena dia ingin aku menjadi anak yang normal.
Jujur kadang ada gengsi, menerima kenyataan punya ibu seorang tukang jamu saat masa aku sekolah. Sedikit agak memalukan, rumah kami juga tidak bagus. Aku sedikit kurang nyaman jika teman sekolahku harus berkunjung ke rumah. Tapi aku tidak pernah menipu mereka, biarkan saja mereka mau berfikir apa aku tidak peduli. Tapi pada kenyataannya, teman-teman yang datang ke rumahku adalah teman baikku. Aku bersyukur tidak harus menyembunyikan dari mereka dimana rumahku sebenarnya, dan yang lebih aku syukuri, aku tidak harus menyembunyikan dari mereka siapa ibuku sebenarnya. Dia adalah keluargaku satu-satunya sebelum aku menikah.
![]() |
foto kelulusanku 5 tahun yang lau. Ibuku sudah tampak tua karena tubuhnya menyusut pasca oprasi. mudah-mudahan oprasi yang dulu dijalaninya adalah penggugur dosa-dosanya. amiin. |