Wednesday, June 7, 2017

Maksud Hati ingin ke Dewata, apa daya hanya sampai Rancabolang






Gelap dan dingin, saya tidak pernah berfikir akan mengalaminya saat ngaleut ke Dewata bersama Komunitas Aleut di penghujung April kemarin.
Kalau pulangnya malam hari, saya sih sudah menduga, karena esok hari adalah may day, libur di hari senin.

Sebelum mulai ngaleut, beberapa teman sudah mempelajari peta, nantinya kami akan melalui jalur yang tidak biasa, belum ada teman yang pernah melaluinya, kecuali dari Buah Batu ke Cangkuang via Mengger, Anggi lumayan hapal rute itu.

30 April 2017 ngaleut Dewata sudah di sepakati, Dewata selain nama perkebunan teh juga merupakan nama Gunung, kebun teh Dewata berada di sekitaran Gunung Tilu yang merupakan hutan konservasi, sehingga banyak hewan yang di lindungi di dalamnya.

Pukul 07.17 menjadi waktu kumpul kami, diharapkan semua bisa datang lebih pagi, karna jalur yang di lalui tidak ada yang tahu, bahaya kalau sampai kesiangan, pulang malam menjadi akibatnya. dan kami akhirnya memulai perjalanan sekitar pukul 08.00.

Semua tampak bersemangat untuk memulai perjalanan, ada beberapa teman baru yang bergabung, perjalanan didominasi oleh kaum hawa berhijab, membuat para lelaki semakin bersemangat untuk memulai perjalanan. Pengalaman baru telah menanti kami di sana, perjalanan yang kami lalui pasti menjadi perjalanan indah yang tidak terlupakan.

41 peserta 21 motor, bibi Kania tidak punya boncengan, tapi dia memang lebih suka sendiri, lebih enak bawa motornya. Terusan Buah Batu tempat pemberhentian pertama, masing-masing motor di penuhi bahan bakarnya. Kemudian kami memutar arah memasuki Batununggal dan tembus ke jalan Mengger.

Setelah waterboom Panghegar, kemudian kami melewati jembatan yang di bawahnya jalan tol, lalu mengambil arah ke selatan kami keluar di jln Dayuhkolot. Dulu di daerah Mengger bisa ditemui hamparan sawah, sekarang sudah berubah fungsi menjadi kawasan pabrik. Jalanan di Dyuhkolot pun kanan kirinya pabrik, tak heran jalanannya menjadi rusak karna kendraan pabrik di tambah daerah ini adalah langganan banjir, yang memperparah kondisi jalan.

hamparan sawah dan pegunungan menemani perjalanan

Melewati Sayuran kemudian Rancamanyar, hamparan sawah luas menjadi teman perjalanan kami, kemudian masuk ke perkampungan, suasananya membawa saya seperti sedang pulang kampung, kemudian di Rancatungku Pameungpeuk mampir sebentar beli kue balok, dan bertemu dengan Siti yang telah menunggu di Cangkuang.

Perjalananpun baru dimulai, karna dari sini sudah tidak ada lagi yang tau jalanan seperti apa yang akan kami lewati, setelah melewati perkampungan, kemudian kami pun menemui beberapa jalan yang tanjakannya cukup tajam, sakin tajamnya membuat yang di bonceng harus rela turun karena motor tidak kuat naik jika ada muatan tambahan. Membuat para boncengers harus rela hiking dadakan.






Setelah beberapa kali "hiking", akhirnya kami menemukan masjid yang awalnya kami jadikan tempat ibadah, kemudian kami jadikan tempat beristirahat, sayang, tidak ada yang jual nasi di daerah situ, beruntung penjual batagor kebetulan lewat, kami pun langsung mengantri membeli dagangannya.

Perjalanan dilanjutkan, kami keluar di Jl Ciwidey, belok kiri menuju arah kawah putih, tapi tidak sampai kawah putih ada gang yang di sebelahnya Alfamart, kami masuk ke gang itu, sebenarnya di situ ada plang yang menunjukkan bahwa kami memasuki perkebunan teh dewata, namun tidak begitu terlihat karena letaknya yang tidak strategis.

posisi plang yang tidak strategis


Ternyata, akibat tanjakan tajam yang baru kami lewati, motor Farhan menjadi kurang sehat, jadi dia harus dibawa kebengkel dulu, kami menunggu di sekitar gang sambil makan Aice di dekat perkebunan milik warga.

Saat beli Aice, salah satu warga menanyakan tujuan kami, setelah mengetahui tujuan kami ke Dewata, dia seperti memperingatkan kami kalau jalan menuju Dewata itu sangat hancur dan masih jauh, kami paham dan tetap akan melakukan perjalanan.




Hari sudah mulai mendung, kami bersiap-siap melanjutkan perjalanan, sembari menunggu Farhan kami mengenakan jas hujan, kemudian langsung berangkat. Dan benar saja, selang beberapa meter dari tempat kami berhenti jalanan berubah menjadi bebatuan, tak sembarang batuan, batunya hampir sebesar orok. Tapi itu melatih kesabaran dan kebersamaan kami. dan di tengah jalan bibi Kania pamit pulang duluan karena ada urusan, jadi kami sisa 20 motor 40 orang.

Gerimis mulai turun, kami melewati jalan dengan hati-hati, di sebuah warung kami berhenti sambil menunggu teman yang masih di belakang. Perjalanan di lanjutkan dan kami memasuki kawasan hutan Gunung Tilu, tapi aneh, di sini jalanannya mulus, jalan aspal dan beton menemani perjalanna kami bergantian, sangat berbeda dengan perkampungan yang baru kami lewati dengan jalanan yang super hancurnya.


pegiat Aleut tengah sibuk menghangatkan diri dan membuat liputan sederhana


Namun jalanan Gunung Tilu tetap harus membuat kami waspada bila saja jalanan licin, setelah melewati Gunung Tilu yang rimbun, hamparan kebun teh pun menyambut kami, bagai oasis yang menyegarkan perjalanan kami, kami berhenti sejenak menghangatkan diri, berfoto ria, dan sebagian teman tengah sibuk membuat liputan perjalanan.

Ternyata kami telah tiba di kampung Keneng, yang merupakan pertigaan dari perjalanan kami, Dewata ternyata masih 2 jam lagi, maka kami melanjutkan perjalanan kearah barat yang nantinya bisa tembus ke Kawah putih.



melewati bukit jamur Rancabolang 

Perkebunan teh Rancabolang menjadi teman perjalanan yang menyenangkan, namun hari sudah semakin sore, jadi kami harus cepat-cepat, setelah melewati bukit jamur Rancabolang, kami menemukan kampung daun yang merupakan rumah bagi para buruh teh.

kampung daun

ketika hari mulai gelap

Kemudian kami menemukan pertigaan lagi, membuat bingung, sebagian teman melihat GPS memastikan jalan yang kami ambil, dan beruntung ada warga yang lewat dengan mobilnya yang meyakinkan kami dengan jalan yang kami tempuh.

Namun sayang, jalan yang kami tempuh ternyata masih tahap perbaikan, jalanannya dipenuhi dengan batu yang belum dipadatkan, membuat motor-motor kami tidak bisa melewatinya sehingga kami kembali ke pertigaan yang membingungkan itu.

kami berhenti kembali untuk merencanakan langkah berikutnya. Bensin Hamdan sudah semakin habis jadi harus segera di isi sementara kami sedang berada di tengah perkebunan teh Patuahwattee yang jauh dari pemukiman.

Dan tiba-tiba Putri menangis, mungkin dia sedaang berhalusinasi yang membuatnya takut, dan saya sendiri menjadi ikut takut, dan Puteri di ajak ke tengah, agar ramai dan aman, dan kami saling menguatkan dan menghangatkan. Sementara para lelaki sedang bersibuk mentransfer bensin, motor Adya yang masih banyak ke motor Hamdan, mang Agus memindahkannya dengan sedotan ke botol aqua.
sebagian teman mengecek GPS sebagai petunjuk jalan
Stelah Puteri tenang, dan urusan perbensinan pun aman, akhirnya diputuskan kami balik lagi melewati jalan yang telah kami lewati, nanti di kampung Keneng tempat kami berhenti menghangatkan diri tadi sore, kami akan berhenti disana untuk menghangatkan diri lagi, memperbaiki keadaan agar perjalanan pulang lebih focus.

Namun sayang, saat kami tiba di kampong Keneng, warung yang kami kunjungi telah tutup, beruntung ada warung yang bersedia buka lagi dan membantu kami menghangatkan diri.

Suci, temen aleut baru, dia sedang halangan, sejak di Patuahwattee yang gelap dingin dia sudah agak ngedrop, dan sepertinya saat di warung dia sudah tidak kuat, dia hampir pingsan karena kedinginan. Masing-masing teman menghangatkan dirinya dengan makanan dan minuman hangat, bapak warungpun menghidupkan api agar kami bisa menghangatkan diri di bara kayu.
di depan plang ini kami berhenti, di pertigaan yang mencekam

Urusan dingin dan bensin pun teratasi karena beruntung di sini ada jual bensin. Semua siap melanjutkan perjalanan lagi, dan dari sini formasi berkendara di perbaharui, juga mengenai peringatan jika ada teman yang mengalami masalah bisa menghidupkan klekson agar semua bisa berhenti dulu.

perjalanan pulang yang sesungguhnya pun dimulai, kawasan Gunung Tilu merupakan tempat yang diharapkan agar semua bisa focus dan tenang, dan Alhamdulillah, kami bisa melewati jalan sulit yang telah kami lewati siang tadi.

perjalanan pulang menjadi terasa lebih cepat, mungkin karena telah dilewati.
dan saat kami keluar ke jalan utama Ciwidey-Kopo pun menjadi cepat, karena sudah pukul 22.00 WIB lebih. kemudian beberapa teman terpencar, balik kerumahnya masing-masing, tapi masih banyak yang ikut pulang ke Kedai Preanger, memilih menginap di sana karna waktu sudah menunjukkan pukul 23.30 lebih.

Orangtuaku (Keluarga) - Writing Challenge (5/30)

ilustrasi keluarga Keluarga biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluargaku bisa dibilang tidak biasa, ada beberapa keluarga yang dija...