Tuesday, August 4, 2020

Wedding Story 20200313 : Susahnya Mendapatkan Sertifikat Nikah (1/4)

ilustrasi sertifikat nikah. sumber: https://www.docformats.com/marriage-certificate-template/


Tiap orang pasti punya Wedding dreamnya masing-masing. Ada yang ingin acara pernikahannya berlangsung megah dan meriah, adapula yang ingin sederhana saja.

Acara pernikahan impianku adalah yang kedua, sederhana, intim dan berkesan. Dihadiri oleh orang-orang terdekat dan yang dikenal saja. Rencananya sih aku pengen acara di Bandung, menyewa sebuah Villa untuk menginap keluarga, dan mengadakan acara makan di halamannya. Acara berlangsung dari sore hinggal malam, ditemani api unggun juga lampu malam yang temaram, tidak perlu live music, cukup nyalakan sound dengan playlist kesukaan, yang terpenting, dokumentasinya harus bagus.

Namun rencana tinggal rencana, inilah cerita sesungguhnya:

Setiap pasangan yang menuju hala/menikah, itu pasti ada saja cobaannya. Setidaknya begitulah cerita dari teman-teman ku. Mulai dari masalah ke vendor, baik itu baju, tempat, catering, masalah di keluarga, dan yang paling umum sihh dana. Nah kalau masalah ku sih beda lagi : Administrasi.

Paling pusing sih kalau yang namanya berurusan dengan birokrasi, sepengalaman sepanjang hidupku, gak pernah yang namanya lancar buat ngurusin administrasi. Satu contoh pengalamanku yaitu dalam pembuatan e-ktp. Dari 2012 semenjak aku pindah KK ke Jakarta sampai 2018 saat aku bekerja di Bandung. rasanya e-ktp ku baru jadi tahun lalu, saat aku nekat mengurusnya di ITB. Waktu itu ada acara yang dibuat oleh discapil.

Jadi KTP diriku itu domisilinya Jakarta, numpang KK sama keluarga tante, sekarang aku tinggal di Bandung. Nah untuk acara nikahanku nanti akan dilakukan di Wonogiri. Yah akhirnya aku mengalah pada permintaan ibuku yang ingin acara berlangsung di Wonogiri. Menurutnya aku akan lebih hemat jika menikah di sana.

Karena tempat nikah beda dengan KTP, maka aku mengurus dulu yang namanya numpang nikah. Alur pengurusan administrasi yang paling awal itu ke RT dulu, minta surat pengantar, kemudian ke kelurahan, lalu ke puskesmas, terus ke kelurahan lagi, ke kecamatan, baru deh ke KUA.

Dalam alur inilah terjadi drama, sampai harus berlinang air mata. Terutama di puskesmas Cipayung yang menurut aku, merasa sangat amat dipersulit. Jadi tujuan ke Puskesmas Cipayung itu adalah ke Poli Catin untuk mendapatkan sertifikat nikah. Saat di Poli Catin, aku disuruh isi beberapa formulir, lalu disuruh test darah. Untuk tes darah dirujuk ke RSUD Cipayung, karena mereka bilangnya lab puskesmas kurang lengkap, jadi yang di tes di puskesmas itu hanya tes HIV gitu.

Karena rujuk, aku kira test darah di RSUD Cipayung gratis, ternyata bayar. Dan di RSUD ini sepi, tidak seperti puskesmas yang dikerubunin banyak orang. Untuk tes HIV di lab puskesmas, katanya dibatasin, cuman sampai 10 orang aja dan disuruh datang lagi keesokan pagi. Memang saat itu aku datang waktu lagi jam makan siang, jadi sudah tidak ada orang di Lab. Paginya aku datang jam 8, ternyata antrian sudah 49. agak aneh, karena katanya kemarin dibatasin cuman sampai 10.

Akhirnya tiba juga giliranku setelah mengantri cukup lama. Saat diambil darah, kerjanya gak rapi, setelah beres darahku kemana-mana kapasnya kurang banyak, dan sekarang lengan aku memar hitam. dan yang anehnya orang lab gak bisa mastiin hasinyal keluar jam berapa. padahal waktu di RSUD cuman 15mnit hasil sudah keluar.

Aku butuh hasil dari Lab ini, untuk dikasih lagi ke poli catin, jadi total ada 3 pemeriksaan yang aku jalanin: tes darah di RSUD, test gigi, dan test darah di Lab Puskesmas. Semuanya cuman test selewat aja gak ada yang kelihatan serius. tapi karena orang lab gak bisa mastiin kapan hasil keluar, maka aku balik ke poli catin, tapi yang ada malah disuruh datang lagi jam 3 sore. Ini juga gak pasti apakah semuanya beres atau belum. Sementara aku harus balik lagi ke kelurahan dan lanjut KUA, dan jatah cuti habis. kalau cuti lagi, bakal potong gaji. hmm..

Coba dihari sebelumnya mereka bisa ambil darah, gak suruh datang besok paginya. Aku pasti lebih bisa hemat waktu. Dan karena desakan, muka melemas minta dikasihani, akhirnya petugas di Poli Catin memberikan Sertifikat nikah. Lihat, sertifikatnya sudah jadi tanpa kita menunggu hasil lab keluar.. dia bilang memberi pinjam sertifikat itu dan kami harus balik lagi ke puskesmas.

Total aku menghabiskan cuti 2 hari untuk bikin surat numpang nikah karena kejadian di puskesmas yang gak mengenakkan dan membuang waktu. Padahal ke puskesmas cuman butuh sertifikat nikah sebagai syarat untuk kelengkapan admin di kelurahan. Mungkin formalnya sebagai bukti sehat lah, bebas HIV dan penyakit lainnya termaksud mental yang mana serifikat itu sebagai bukti bahwa kita dirasa mampu untuk membina rumah tangga. Namun kenyataannya, boro-boro di pastikan sehat jiwa dan mentalnya, yang ada malah makin setres.

Singkat cerita, bulan februari bereslah kelengkapan administrasiku dan pasangan untuk selanjutnya di urus di KUA  Wonogiri. Tapi muncul masalah baru, lagi-lagi masalah administrasi : jadi di akte dan ktp nama bapakku berbeda, ada kesalahan di singkatan, pasangan aku juga begitu, di akte dan ktp ayahnya ada kesalahan nama. Sementara untuk ubah akte itu proses yang sangat ribet, harus ke pengadilan dulu, belum nunggu waktu sidangnya entah berapa lama. Udah bolak-balik diusahaiin tapi hasil nihil. Tetap semua dokumen harus di sinkronkan, sementara rencana nikah tanggal 22 maret tinggal menunggu hari.


No comments:

Post a Comment

Orangtuaku (Keluarga) - Writing Challenge (5/30)

ilustrasi keluarga Keluarga biasanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Keluargaku bisa dibilang tidak biasa, ada beberapa keluarga yang dija...